The Real Normal: Versi Baru New Normal ala SolarKita

Indonesia mulai memasuki masa ‘New Normal’ atau tatanan baru. Dilansir dari tirto.id, Juru Bicara Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto mengatakan New Normal merupakan kebiasaan dan perilaku yang baru berbasis adaptasi untuk membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat. Tatanan baru dimaksudkan untuk memulai kembali produktivitas selagi vaksin untuk Covid-19 masih dikembangkan oleh para ahli.

Kegiatan yang menunjang ekonomi, hiburan, dan beberapa tempat umum sudah mulai beroperasi lagi. Protokol yang diwajibkan saat keluar rumah di masa New Normal yaitu cuci tangan menggunakan sabun, gunakan masker saat keluar rumah, jaga jarak aman dan menghindari kerumunan.

Sebelum dilaksanakan New Normal, beberapa daerah di Indonesia mengikuti anjuran untuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Greenpeace menyatakan selama PSBB tingkat polusi udara yang disebabkan oleh emisi kendaraan berkurang secara signifikan. Rilis dari Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) juga menyebutkan jenis polutan seperti Nitrogen dioksida (NO2) di Jakarta mengalami penurunan sekitar 40 persen selama masa PSBB.

Kabar tersebut tentu menjadi kabar baik untuk Jakarta. Akan tetapi, sumber polusi tidak bergerak yang berasal dari kawasan industri dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Batubara di sekitar Jakarta menyumbang banyak polutan hingga PM 2.5. Polutan yang disumbangkan memperburuk kualitas udara di Ibu Kota. Selain kawasan industri dan PLTU, kendaraan bermotor besar juga menjadi salah satu penyumbang PM 2.5 di Jakarta. Hal ini dikarenakan kendaraan besar masih beroperasi selama PSBB untuk mengangkut logistik makanan dan kebutuhan penting lainnya.

Lalu, bagaimana kondisi kualitas udara ketika New Normal atau tatanan baru mulai dilaksanakan?

Air Quality Index (AQI) Kota Jakarta sempat menyentuh angka 142 pada masa PSBB, 27 April 2020. Angka itu menjadikan Jakarta kota terpolusi peringkat pertama di dunia. Lalu setelah itu AQI Jakarta sempat menurun hingga angka 105, peringkat keempat di dunia. Per 8 Juli 2020, ketika kebijakan New Normal mulai dijalankan, AQI Jakarta naik kembali menjadi 161.

PSBB Transisi yang dilakukan di Jakarta pada 5 Juni lalu mengakibatkan jalanan beberapa titik di Jakarta dan sekitarnya macet kembali. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) hal ini menyebabkan kualitas udara di Jakarta memburuk.

Bahayanya kualitas udara yang buruk dapat mempengaruhi kesehatan kita. Polusi udara yang terhirup dan masuk ke dalam sistem pernapasan menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan. Parahnya dapat menyebabkan stroke, penyakit jantung, dan pneumonia.

“Real Normal” ala SolarKita

Kita tidak bisa terus menerus terjebak dalam lingkungan hidup yang dikelilingi polusi. SolarKita ingin mengenalkan bagaimana “Real Normal” atau normal yang sesungguhnya. Kita dapat memulainya dengan mulai memanfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT). Untuk mewujudkannya, kita dapat mulai menggunakan kendaraan bebas polusi seperti sepeda atau mobil listrik.

Produksi listrik massal yang biasanya menggunakan batubara sebagai sumber energi, dapat menggunakan energi matahari, angin, dan energi terbarukan lainnya untuk mengurangi produksi emisi gas. Apalagi di negara kita, Indonesia, banyak potensi energi terbarukan, seperti matahari, untuk dimanfaatkan. Sebagian besar daerah di Indonesia dilalui garis khatulistiwa sehingga memiliki intensitas matahari maksimum sepanjang tahun (Insolasi harian rata-rata dapat dihasilkan 4,5 hingga 5,1 kWh/m2). Potensi ini dapat dimanfaatkan untuk memulai perubahan.

Dengan terwujudnya “Real Normal”, maka kesehatan bumi dan manusia akan lebih terjamin. Pemanasan global pun berkurang sehingga membawa efek positif ke berbagai sektor. Mari bersama SolarKita wujudkan “Real Normal” untuk mewujudkan lingkungan yang sehat. Langkah kecil dapat dimulai dari rumah. Jika Anda ingin mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai “Real Normal”, hubungi www.SolarKita.com/contact

 

Written by Naura Nady Salsabila | 28 Jul 2020