Potensi Indonesia dalam Pemanfaatan Energi Terbarukan

Konsumsi listrik nasional di Indonesia kian meningkat setiap tahunnya. Menurut data Kementerian ESDM, pada tahun 2015 konsumsi listrik di Indonesia hanya 910 kWh/kapita. Peningkatan terjadi secara signifikan pada tahun 2019 hingga mencapai 1084 kwh/kapita. Peningkatan ini diikuti dengan rasio elektrifikasi di Indonesia yang juga meningkat tiap tahunnya. Sangat disayangkan dari sekian banyak listrik yang dibutuhkan, hampir 90% listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik dengan energi fosil.

Seperti yang kita tahu, pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil menyumbang emisi gas rumah kaca yang berbahaya untuk lingkungan, bahkan menjadi faktor terjadinya pemanasan global. Hal ini sudah disadari seluruh dunia dan negara kita sendiri, Indonesia. Indonesia adalah salah satu dari 195 negara yang menandatangani Kesepakatan Paris (Paris Agreement) untuk memiliki target nasional menurunkan emisi gas hingga 29%.

Berangkat dari cita-cita tersebut, Indonesia memiliki Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) untuk lebih meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan sebagai sumber energi nasional. Dengan mulai memanfaatkan energi terbarukan, cita-cita mengurangi produksi emisi gas di Indonesia semakin dekat. Di dalam RUEN, Indonesia memiliki target penggunaan EBT di bauran energi nasional sebesar 23% di tahun 2025 dan 31% di tahun 2050.

Indonesia memiliki banyak potensi untuk mencapai target itu. Sumber energi terbarukan yang dimiliki Indonesia berlimpah, khususnya energi surya atau sinar matahari. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, matahari menyinari Indonesia sepanjang tahun. Potensi energi surya di Indonesia menurut data Dewan Energi Nasional (2017) sebesar 207.898 MW. Sayangnya, pemanfaatan potensi surya masih sebesar 0,04%.

Kementerian ESDM sudah menjalani upaya dalam mengembangkan energi terbarukan di sektor pembangkit cukup mengalami kenaikan yang signifikan, dari sekitar 5.800 megawatt (MW) di tahun 2008 menjadi sekitar 10.300 MW di tahun 2019. Upaya ini juga masih dilanjutkan khususnya pada era pandemi Covid-19. Menurut Kementerian ESDM, peningkatan penggunaan energi terbarukan dapat mengembangkan klaster ekonomi maritim.

Dilansir dari mediaindonesia.com, Guru Besar Teknik Elektro dari Universitas Trisakti Prof. Syamsir Abduh pada tahun 2019 mengatakan persoalan harga masih menjadi tantangan energi terbarukan tidak jalan di Indonesia. Energi terbarukan masih dianggap mahal. Akan tetapi, pada tingkat global, biaya investasi untuk energi terbarukan jenis surya telah turun drastis hingga 77% sampai tahun 2020. Tentu ini dapat menjadi peluang pemerintah dalam membangun PLTS di Indonesia.

Peluang pemerintah tidak hanya datang dari biaya investasi, melainkan dukungan masyarakat yang sudah mulai melakukan pergerakan untuk pemanfaatan energi terbarukan. Mulai dari mahasiswa, organisasi non-profit, hingga masyarakat sipil kini menyadari pentingnya penggunaan energi terbarukan sebagai sumber energi di Indonesia.  Perumahan hingga perkantoran juga mulai menggunakan PLTS Atap sebagai sumber energi listrik.

Contoh konkret lainnya, dikutip dari artikel IESR, Direktur Eksekutif Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA), Tri Mumpuni telah bekerja selama 20 tahun memberdayakan masyarakat desa dalam membangun pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH). Menurut Tri, untuk mengajak masyarakat desa menggunakan energi terbarukan dapat dilakukan dengan pendekatan bottom-up.

Dari sekian banyak potensi yang dimiliki Indonesia, akan menjadi mudah untuk mewujudkan cita-cita yang tertulis dalam RUEN. SolarKita sebagai salah mitra penyedia Panel Surya di Indonesia, bersedia untuk bergerak bersama mewujudkan Indonesia ramah energi terbarukan khususnya energi surya. Bersama SolarKita, memiliki Panel Surya di rumah jadi lebih mudah. Tunggu apalagi? Yuk, wujudkan #IndonesiaRamahEnergi bersama kami!

Written by Naura Nady Salsabila | 12 Oct 2020