Komitmen Pemerintah Indonesia terhadap Penggunaan Energi Baru Terbarukan

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang diharapkan dapat segera menerapkan penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) secara maksimal. Penggunaan EBT menjadi sangat krusial mengingat penggunaan energi fosil yang semakin mengkhawatirkan. Hal ini dipicu oleh faktor perubahan iklim hingga terganggunya kesehatan penduduk di berbagai belahan dunia karena hasil pembakarannya yang tidak ramah lingkungan. Lalu, bagaimana komitmen pemerintah Indonesia terhadap penggunaan EBT? Berikut informasinya!

1. Komitmen Jokowi tentang EBT

Presiden RI, Joko Widodo, berkomitmen untuk menggunakan EBT dan melakukan pengelolaan hutan secara berkesinambungan. Dilansir Tempo.com pada Desember 2015, komitmen tersebut disampaikan Jokowi ketika menghadiri pertemuan kepala negara pada pertemuan tingkat tinggi Conference of Parties 21 (COP21) di Paris, Prancis. Pada acara yang berlangsung Desember 2015 itu, Jokowi menyebut Indonesia saat ini telah memiliki arah kebijakan yang jelas mengenai penggunaan EBT.

Jokowi mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki target untuk mencapai 23% penggunaan EBT pada tahun 2025. Ditambah dengan target elektrifikasi pedesaan yang hampir tercapai 100% pada tahun 2019 mendatang. Target tersebut dibuat sebagai bentuk kepedulian Indonesia terhadap kehidupan lebih dari satu miliar orang yang hidupnya bersinggungan langsung dengan hutan dan enam miliar orang lainnya yang berkaitan secara tak langsung dengan hutan.

2. Keraguan terhadap komitmen Pemerintah RI

Dilansir Mongabay.co.id pada Desember 2015, Jokowi juga menyampaikan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 29% di bawah business as usual pada tahun 2030 mendatang. Beberapa langkah penurunan emisi yang akan dilakukan di antaranya pengalihan subsidi BBM ke sektor produktif pada bidang energi, peningkatan penggunaan sumber EBT hingga 23% dari konsumsi energi nasional tahun 2025, dan pengolahan sampah menjadi sumber energi.

Namun, tampaknya komitmen dan rangkaian langkah yang direncanakan Jokowi tak cukup meyakinkan. Jalal, Reader on Political Economy and Corporate Governance Thamrin School of Climate Change Sustainability, menyebut bahwa terdapat ketidakjelasan sektor produksi yang dimaksudkan untuk pengalihan subsidi BBM. Ketidakjelasan tersebut merujuk pada kemungkinan sektor produktif yang tetap menggunakan bentuk-bentuk energi yang tidak terbarukan.

Pernyataan tentang bauran energi terbarukan sebesar 23% berarti masih ada 77% energi yang Indonesia gunakan masih berasal dari energi fosil. Terlebih, pernyataan sumber energi terbarukan hingga 23% menurutnya juga kurang jelas. Karena dalam regulasi disebutkan bahwa EBT adalah energi baru dan terbarukan, yang bisa berarti bahwa tidak seluruhnya merupakan energi terbarukan. Misalnya bisa disebut sebagai sumber energi baru, namun belum tentu terbarukan.

Kondisi ini membuat hampir seluruh pakar energi menilai bahwa pemerintah Indonesia tidak menunjukkan keseriusan sama sekali terhadap pengembangan EBT. Dari 35.000 MW pembangkit listrik yang rencananya digarap, jauh lebih banyak yang memanfaatkan batu bara sebagai sumber energinya. Fakta ini membuat pernyataan Jokowi mengenai penggunaan EBT menjadi sukar dipercaya meski pemerintah Indonesia dengan jelas dan tegas mengutarakan komitmennya.

3. Bukti keseriusan Indonesia dalam penggunaan EBT

Meskipun terdapat keraguan yang cukup beralasan mengenai komitmen pemerintah Indonesia terhadap penggunaan EBT, pemerintah RI tetap menunjukkan bukti keseriusannya untuk memenuhi target yang sudah disampaikan. Salah satunya dengan kembali menjelaskan misi Indonesia terhadap energi terbarukan pada Konferensi Tingkat Tinggi One Planet Summit 2017 yang digelar di Paris, Prancis.

Pada kegiatan yang merupakan tindak lanjut dari Paris Agreement pada tahun 2015 lalu ini Indonesia kembali mengungkapnya komitmennya terhadap penggunaan EBT. Salah satunya melalui PLN yang bekerja sama dengan beberapa perusahaan Prancis terkait energi terbarukan. Indonesia berencana membangun pembangkit listrik tenaga angin dan matahari. Meskipun target renewable energi mix 23% di 2025 cukup sulit, Indonesia optimis mencapai 20-an persen.

Indonesia memang berkomitmen pada energi terbarukan, namun pemerintah Indonesia seperti dilansir Kumparan.com pada Agustus 2017 menyebut bahwa penggunaannya harus tetap di-mix. Penggunaan EBT 100% dalam jangka pendek sangat sulit untuk direalisasikan. Saat ini, sudah 10% dari seluruh pembangkit listrik yang menggunakan energi terbarukan. Pemerintah pun berharap penggunaan EBT tidak menyebabkan tarif listrik naik sehingga tidak memberatkan.

Indonesia memang secara tegas dan jelas menyatakan komitmennya terhadap penggunaan EBT. Sayangnya, hingga kini masih banyak pihak yang meragukan komitmen tersebut. Realisasi terhadap komitmen tersebut juga bukan perkara mudah. Namun, dengan berbagai langkah yang diambil pemerintah RI, bukan tidak mungkin komitmen tersebut dapat tercapai dan menjadi bukti keseriusan dan kepedulian Indonesia.


Written by Heldania Ultri Lubis | 29 Aug 2018