Energi Surya Menghidupi Wilayah Terpencil di Indonesia

Pemukiman penduduk yang gelap gulita di malam hari, akses listrik sering mendadak mati, kegiatan ekonomi tersendat karena kurangnya aliran listrik merupakan beberapa permasalahan yang dialami pedesaan di pedalaman pulau terpencil di Indonesia, khususnya di luar pulau Jawa. Sebagai warga yang tinggal di perkotaan tentunya hal ini belum pernah kita rasakan. Namun, mereka yang tinggal di 433 desa terpencil sana masih mengalaminya karena adanya kendala infrastruktur.

Rasio elektrifikasi di Indonesia per April 2020 masih menyentuh angka 99,48%. Angka ini memang meningkat jika dibandingkan pada tahun 2014 yang baru mencapai 84%. Berbagai upaya telah dilakukan berbagai pihak mulai dari masyarakat, badan usaha bidang pengelolaan listrik, pemerintah, hingga investor untuk mencapai angka tersebut. Kurangnya infrastruktur untuk mentransfer energi listrik dari PLTU tidak jadi masalah, mereka memanfaatkan energi yang sudah disediakan oleh alam yaitu Energi Baru Terbarukan (EBT), salah satunya energi surya.

Sudah banyak desa terpencil yang terbantu dengan dibangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Masalah akses listrik bukan lagi jadi halangan untuk melakukan kegiatan sehari-hari, bahkan roda ekonomi mulai berjalan berkat PLTS. Apa saja PLTS yang berhasil dibangun? Apa pengaruh yang diberikan pada penduduk desa? Bagaimana prospek ke depannya? Mari simak tulisan di bawah!

PLTS Hybrid pertama di Sumatera

Sumatera memiliki PLTS Hybrid pertama yang beroperasi di Pulau Celagen, Lepar Pongok, Kepulauan Bangka Belitung. Mulai dioperasikan tahun 2019, kapasitas pembangkit yang digunakan sebesar 80 kilo watt peak (kWp). Dengan kapasitas sebesar itu, PLTS ini mampu menerangi 1.243 pelanggan. Sebelumnya, pulau yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan ini mendapatkan akses listrik dengan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) selama 24 jam. Dikutip dari kompas.com, sejak menerapkan teknologi PLTS, pulau ini mulai memanfaatkan energi matahari mulai pukul 09.00-16.00 WIB tanpa mati listrik, sisa waktunya memanfaatkan energi dari PLTD.

Setelah menggunakan PLTS, Pulau Celagen berhasil menghemat konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sebesar 43 liter per hari atau setara dengan Rp373.198 per hari. Selain itu, listrik dapat menyala selama 24 jam tanpa padam sehingga dapat dimanfaatkan untuk berdagang. Kebutuhan rumah tangga seperti memasak juga disokong kompor listrik karena sulitnya distribusi gas ke Pulau Celagen. Potensi ini akan terus dikembangkan PLN Unit Induk Wilayah Bangka Belitung, diharapkan pada tahun 2020 seluruh pulau-pulau terpencil di Bangka Belitung akan diterangi menggunakan EBT.

PLTS Komunal di Kalimantan Selatan

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan membangun PLTS komunal (off-grid) dan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) untuk menjangkau kawasan terpencil yang tidak terjangkau jaringan PLN. Pemprov Kalsel memang sudah gencar mengembangkan PLTS baik melalui dana APBN maupun APBD dari tahun 2001. Hingga awal tahun 2019, rasio elektrifikasi Kalsel sudah mencapai 94%. Pemprov setempat menargetkan angka 100% pada 2021 mendatang mengingat masih ada puluhan desa yang belum teraliri listrik.

Pada tahun 2017, telah dibangun satu unit PLTS di Desa Sungai Kumap, Kecamatan Muara Uya, Kabupaten Tabalong. Dengan kapasitas 25 kilo watt peak dan panjang jaringan distribusi 2.520 kms, PLTS tersebut bisa melayani 94 rumah masing-masing 126 watt peak. Pada tahun 2018, sarana serupa dipasang di Kabupaten Tabalong dan Tanah Bumbu menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan APBD Provinsi Kalsel.

PLTS Terpusat di Sulawesi Selatan

Salah satu desa yang terisolir, Desa Balang Datu, Sumatera Selatan telah berhasil diterangi oleh PLTS terpusat dengan kapasitas 100 kilo watt peak. PLTS tersebut mampu menerangi hingga 422 rumah dan 8 fasilitas umum. Kini, Desa Balang Datu bukanlah desa yang terpencil lagi. Dikutip dari laman Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), anak-anak di desa tersebut dapat belajar di malam hari karena adanya penerangan. Lebih dari itu, masyarakat desa yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan dan petani juga dapat mengembangkan usahanya melalui internet. Kondisi ekonomi di Desa Dalang Batu berjalan lebih baik berkat teralirnya listrik.

PLTS di Desa Balang Datu merupakan PLTS terpusat ke lima yang telah diresmikan oleh Kementerian ESDM. Lima unit PLTS Terpusat di Sulawesi Selatan itu mendapatkan anggaran dari Kementerian ESDM. Selain PLTS terpusat, Sulsel juga memiliki 21 PLTS di empat kabupaten dengan kapasitas total 4,3 MW dan berhasil melayani 11 ribu kepala keluarga. Sebelumnya, masyarakat di empat kabupaten tersebut mengeluarkan Rp4.000 satu hari untuk biaya genset. Setelah menggunakan PLTS, mereka hanya perlu mengeluarkan Rp20.000 per bulan.

PLTS di Nusa Tenggara Barat

Kini sudah terdapat 7 PLTS yang terbangun di NTB. Awalnya bauran energi oleh PLTS di NTB hanya 0,1%, lalu pada Januari 2020 kontribusinya meningkat menjadi 2.8%. Adapun PLTS yang berada di Lombok, NTB yaitu terletak di Gili Trawangan, Gili Air, Gili Meno, Sengkol, Selong, Pringgabaya, dan Sambelia. Ketujuh PLTS tersebut mampu menyuplai sebesar 8,5% dari daya mampu total pada siang hari untuk sistem Lombok yang mencapai 233 MW.

Selain ramah lingkungan, PLTS yang telah disebutkan juga berdampak pada efisiensi produksi listrik karena dapat mengurangi penggunaan bahan bakar minyak untuk pembangkit di NTB. Biaya pokok penyediaan (BPP) juga mengalami pengurangan. Pada Desember 2019 rata-rata mencapai Rp2.209 per kWh, sedangkan pada Juni 2019 mencapai Rp2.216 per kWh. Rencana jangka panjangnya, masih aka nada beberapa titik yang akan dieksplorasi untuk pengembangan PLTS.

Setelah membaca keberhasilan PLTS dari berbagai pulau di Indonesia, kini mungkin Anda lebih memahami bahwa potensi energi surya sangat besar. Dampak yang diberikan pun luar biasa, energi surya bisa memberikan kehidupan bagi mereka yang berada di pulau-pulau terpencil. Dari kegiatan rumah tangga hingga roda ekonomi berjalan dengan baik karena kehadiran PLTS di daerah masing-masing.

Pemerintah Indonesia sendiri memiliki cita-cita membangun infrastruktur pedesaan bagi desa-desa di seluruh Indonesia yang berstatus Desa Sejahtera dan Desa Mandiri. Peningkatan elektrifikasi menjadi salah satu elemen yang ingin ditingkatkan. Ini juga sejalan dengan program pencapaian energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi sebesar 23 persen pada tahun 2025.

Written by Naura Nady Salsabila | 18 Nov 2020