4 Fakta Penting tentang Sumber Energi Listrik Tanah Air

Tanpa adanya energi listrik, aktivitas sehari-hari pasti akan sangat terhambat. Bayangkan saja, Anda pasti akan kelimpungan karena tidak bisa mengisi daya baterai gadget dan harus gelap-gelapan karena lampu tidak menyala. Saat kini, kita mungkin bisa bernapas lega karena Indonesia memiliki sumber energi listrik yang memadai. Namun, apakah benar begitu kenyataannya? Yuk, cek sendiri beberapa fakta penting tentang sumber energi listrik tanah air di bawah ini!

1. Tingkat elektrifikasi hampir mencapai 95%

Elektrifikasi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk perbandingan antara rumah tangga yang sudah tersambung dengan listrik dan rumah tangga yang belum. Dilansir dari situs industri.bisnis.com pada Januari 2018, data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa per 2017 lalu, tingkat elektrifikasi di Indonesia sudah mencapai 94,83%. Hal ini sebetulnya cukup membanggakan jika dibandingkan dengan tahun 2015 lalu yang angka elektrifikasinya masih mencapai 76%.

Saat ini, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), di Indonesia ada sekitar 61 juta rumah tangga. Artinya, jika mengacu pada persentase elektrifikasi 2017 tersebut, masih ada sekitar 3,1 juta rumah tangga yang belum tersambung dengan listrik. Saat ini, kapasitas total energi listrik di Indonesia mencapai 52.231 MW dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa.

2. Pasokan listrik tidak sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk

Kapasitas total energi listrik yang dimiliki Indonesia saat ini memang terdengar banyak. Namun, sebetulnya pasokan listrik tanah air tidak sejalan dengan jumlah penduduk yang terus meningkat tiap tahunnya. Coba bandingkan dengan Malaysia yang pasokan listriknya 28,4 GW dengan jumlah penduduk 29 juta jiwa, atau Singapura dengan jumlah penduduk 5,3 juta jiwa dan pasokan listrik 10,49 GW. Jadi, tidak mengherankan jika di Indonesia masih ada penduduk yang tersambung dengan listrik.

Kekhawatiran akan kurangnya pasokan energi listrik tanah air ini ternyata juga dirasakan oleh penduduk Indonesia. Dilansir viva.co.id pada Juni 2017, hasil survei dari Asosiasi Produsen Listrik Indonesia dan PwC Indonesia menunjukkan bahwa 67% responden mengkhawatirkan ketersediaan pasokan listrik dalam waktu lima tahun ke depan. Pasalnya, setiap tahunnya permintaan energi listrik di Indonesia terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk.

3. Menggunakan batu bara sebagai sumber pembangkit listrik

Hingga saat ini, kapasitas pembangkit listrik di Indonesia masih didominasi oleh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan bahan batu bara. Jumlahnya mencapai 24.883 MW atau sekitar 48% dari total kapasitas 52.231 MW. Sedangkan, posisi kedua ditempati pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) berbahan bakar gas sebanyak 11,262 MW (22%). Disusul oleh pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) berbahan bakas solar sebanyak 5.771 MW (11%) serta pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) dan pembangkit listrik tenaga mesin dan gas (PLTMG) sebanyak 3.944 MW (8%). Sementara itu, sisa 12% berasal dari pembangkit listrik terbarukan sebanyak 6,370 MW.

Nah, perlu diketahui bahwa batu bara berasal dari energi fosil, sumber energi utama di Indonesia yang berasal dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan. Artinya, pasokan listrik tanah air sangat bergantung terhadap energi fosil. Padahal, energi fosil merupakan energi yang tidak terbarukan. Jika energi fosil habis, pasokan listrik di Indonesia pun bisa ikut terancam.

4. Kenaikan tarif listrik tanah air dari tahun ke tahun

Mengingat energi fosil yang tidak terbarukan, padahal kebutuhan akan energi listrik terus meningkat, tidak mengherankan jika akhirnya tarif listrik cenderung mengalami peningkatan. Pasalnya, jika dikutip dari situs republika.co.id (Januari 2018), perhitungan tarif dasar listrik didasarkan pada harga batu bara acuan (HBA).

Saat ini, tarif listrik di Indonesia secara umum dibedakan menjadi dua, yakni untuk golongan subsidi dan nonsubsidi. Untuk golongan bersubsidi, Anda akan dikenakan biaya Rp415 per kWh (450 VA) atau Rp586 per kWh (900 VA). Sedangkan, untuk golongan nonsubsidi dibedakan menjadi lima, yaitu Tegangan Rendah (Rp1.467,28) per kWh, 900 VA Rumah Tangga Mampu (Rp1.352 per kWh), Tegangan Menengah (Rp1.114,74 per kWh), Tegangan Tinggi (Rp996,74 per kWh), dan Layanan Khusus (Rp1.644,52 per kWh).

Jadi, apa yang bisa Anda lakukan agar energi listrik tanah air bisa terus tersedia? Menghemat listrik adalah salah satunya. Namun, lebih dari itu, sudah saatnya kita mempertimbangkan penggunaan energi terbarukan untuk menyokong pasokan energi listrik di Indonesia agar bisa memenuhi kebutuhan para penduduknya.

Written by Biru Cahya Imanda | 24 Aug 2018