Potensi Pemanfaatan Energi Surya di Bali

Bali telah dinobatkan menjadi center for the development of clean energy di Indonesia oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2015. Penobatan ini dikarenakan Bali akan dijadikan proyek percontohan sebagai pusat penelitian energi terbarukan. Bali juga diharapkan menjadi provinsi pertama yang memproduksi energi bersih rendah emisi karbon.

Pada 12 April 2019 lalu, Rektor Universitas Udayana dan Kepala Greenpeace Indonesia menyetujui kerjasama penelitian bagaimana energi surya dapat dikembangkan di Bali. Penelitian tersebut akan menghasilkan peta jalan energi surya bagi Bali. Potensi energi bersih yang dapat dikembangkan di Bali berasal dari energi surya. PLN telah mengidentifikasi beberapa potensi pembangkit tenaga surya yang dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan sistem kelistrikan di Provinsi Bali, yaitu PLTS Negara, PLTS Amlapura dan PLTS Kubu (Greenpeace, 2018). Adapun potensi energi surya di Bali adalah sebagai berikut:

1. Radiasi Matahari

Bali termasuk wilayah bagian timur Indonesia yang memiliki potensi energi surya tertinggi sehingga potensial untuk membangun sistem pembangkit energi listrik. Dilansir dari artikel Greenpeace, berdasarkan penelitian yang dilakukan Rumbayan, M., et al. (2012), Bali memiliki cuaca cerah selama 12 jam di siang hari dan stabil sepanjang tahun dengan radiasi matahari rata-rata yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya, yaitu sebesar 5,3 kWh/m2 per hari. Dengan menggunakan sistem permodelan pemetaan, dapat diketahui bahwa total potensi energi surya di Provinsi Bali dapat mencapai 113,436.5 GWh per tahun, di mana jauh melebihi jumlah permintaan energi penduduknya pada tahun 2027, yaitu 10,014 GWh per tahun.
Dengan menggunakan metode perhitungan guna lahan dan pertimbangan ekonomis lebih rinci yang dilakukan oleh Syanalia, A. (2018), terdapat dua skenario pemanfaatan lahan di Provinsi Bali untuk pemasangan energi surya, yaitu dengan skenario minimum dengan pemanfaat lahan seluas 273 km2 dan skenario maksimum dengan pemanfaat lahan seluas 453 km2. Dengan luas lahan tersebut, Bali memiliki potensi energi surya sebesar 32,000 GWh hingga 53,300 GWh per tahun dengan menggunakan panel surya jenis thin-film silicon sebagai opsi termurah. Dengan kata lain, potensi energi surya tersebut telah jauh melebihi kebutuhan listrik di Provinsi Bali pada tahun 2027, yaitu 10,014 GWh per tahun.

2. Peak Hour

Peak load di Bali telah mencapai 679 MW dengan pertumbuhan diperkirakan sebesar 6,8%. Kumara, dkk. (2014) melakukan penelitian terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 1,9 KW di Universitas Udayana Bukit Jimbaran yang memiliki komponen PV module. Dengan peak hour per day daerah Bali sebesar 4,85 Ph/hari dan kapasitas PV module 1,000 Wp, maka dalam 1 hari PV module tersebut mampu mensumplai sebesar 4.656 Wh/hari. Peak hour per day untuk daerah Bali (4,85 Ph/hari) jauh lebih tinggi dibandingkan daerah Indonesia lain seperti Pulau Jawa.

3. Regulasi

Potensi energi surya yang dimiliki Bali mendapatkan dukungan dari pemerintah. Pemerintah Provinsi Bali  memiliki visi menjadikan Bali sebagai tempat eco green tourism, mengutamakan konservasi alam dan nilai budaya masyarakat sebagai penunjang utama sektor pariwisata Bali. Mereka memiliki komitmen kuat dengan visi “Bali bersih hijau dan indah”. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemanfaatan energi bersih juga sudah mulai terbangun.
Pemerintah Provinsi Bali telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) No. 45/2019 tentang Bali energi Bersih. Salah satu peraturan yang dikeluarkan yakni bangunan pemerintah pusat dan daerah, bangunan komersial industri, sosial dan rumah tangga dengan luas lantai lebih dari 500 meter persegi diwajibkan untuk memasang sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan tenggat waktu mulai dari 2021 hingga 2024 mendatang. Pemprov Bali juga mendorong bangunan baru yang tengah mengajukan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) diberikan syarat komitmen kesanggupan penggunaan energi bersih. Selain itu, Pemprov Bali juga mengeluarkan Pergub Nomor 48 Tahun 2019 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.  Pihaknya akan mendorong industri pariwisata untuk menggunakan energi bersih termasuk penggunaan kendaraan listrik.

4. Gaya hidup (lifestyle)

Penduduk Bali mulai mengurangi penggunaan kantung plastik sehari-hari. Kebiasaan ini dikarenakan larangan penggunaan kantung plastik, styrofoam, dan sedotan plastik. Aturan ini tercantum dalam Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 97 tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Berkat peraturan ini, pada Januari-Juni lalu Bali berhasil mengurangi pengiriman kantong plastic dari produsen sebesar 30 persen sampai 40 persen.

Beberapa perusahaan komersil juga mengurangi penggunaan plastik dan menggantinya dari rumput laut, alga, serat bambu, dan lainnya. Sudah mulai banyak toko grosir yang menjual peralatan dan kebutuhan rumah tangga yang ramah lingkungan. Bali dapat menjadi provinsi yang mempelopori hidup ramah lingkungan dengan berbagai potensi yang ada. Potensi alam dan regulasi pemerintah memudahkan warganya untuk memulai hidup ramah lingkungan. Potensi energi surya yang baik di Bali dapat dimanfaatkan untuk menggunakan listrik dari energi bersih melalui pemasangan panel surya.  Jika Anda tertarik untuk memulainya dapat menghubungi tim SolarKita di solarkita.com

Written by Naura Nady Salsabila | 12 May 2020