- Our Contribution:
- CO2 Avoided Kg =
Peraturan Listrik Surya Atap di Indonesia, Sudahkah Anda Mengetahuinya?
Isu mengenai energi terbarukan saat ini memang gencar digaungkan di berbagai negara di dunia. Salah satunya adalah penggunaan listrik surya atap. Contohnya saja India, yang menggunakan listrik surya atap sehingga mampu membuat harga listrik menjadi lebih murah dan sangat membantu pengeluaran masyarakat. Lalu, bagaimanakah dengan di Indonesia?
Kasus di Indonesia memang mengalami pasang surut mengenai penerapannya. Di satu sisi, banyak masyarakat yang cenderung memiliki kesadaran rendah terhadap energi terbarukan ini. Misalnya saja dari hasil survei 500 warga kelas menengah di Jabodetabek, seperti dilansir dari VOA Indonesia, menunjukkan penggunaan listrik tenaga surya masih rendah. Hanya sekitar 30% masyarakat yang ingin memasang panel surya tersebut.
Pemasangan listrik surya atap juga memerlukan dukungan pemerintah. Selama ini, peraturan pemerintah mengenai pemasangan panel surya belum begitu jelas. Hingga pada tahun 2018 lalu, Kementerian ESDM mengeluarkan peraturan mengenai pemasangan panel surya dan listrik surya atap.
Potensi PLTS Atap di Berbagai Wilayah di Indonesia
Penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap memang memiliki banyak manfaat bagi masyarakat. Ini juga berlaku bagi dunia industri. Dalam dunia industri, penggunaan energi listrik dari PLN memang membutuhkan daya tinggi. Jika menggunakan PLTS, bisa Anda bayangkan berapa besar penghematan yang dapat dilakukan. Sehingga, pengeluaran untuk listrik dalam sebuah industri dapat dikurangi secara drastis.
Perusahaan maupun industri bisa menjual listrik kembali ke PLN dalam jumlah yang besar dari kredit listrik yang dihasilkan melalui meter Expor-Impor (Exim). Melansir dari Katadata pada hasil survei Institute for Essential Services Reform (IESR), potensi PLTS atap untuk rumah tangga paling tinggi ada di Jawa Timur dengan potensi kapasitasnya mencapai 117,2 Gigawatt per peak (GWp). Lalu, disusul dengan Jawa Barat dan Jawa Tengah serta Banten dan DKI Jakarta.
Dari survei tersebut, maka penggunaan PLTS sebenarnya cocok digunakan bagi wilayah-wilayah tersebut. Untuk DKI Jakarta misalnya, dengan potensi 22,9 GWp setidaknya dapat menghemat penggunaan daya listrik yang dibeli dari PLN. Selain itu, penggunaan PLTS untuk masyarakat akan berjalan dengan baik jika dibarengi dengan sosialisasi secara menyeluruh.
Sosialisasi tersebut tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga bisa dilakukan oleh perusahaan penyedia energi tenaga surya. Dengan demikian, nantinya masyarakat akan terbiasa dengan menggunakan PLTS atap dan meter exim serta dapat menekan biaya pengeluaran listrik di masyarakat. Nantinya jika PLTS atap dibarengi dengan pemasangan meter exim masyarakat dapat menghasilkan listrik dan mampu mandiri dalam menyediakan energi listrik secara mandiri melalui pemasangan panel surya di masing-masing rumah tangga.
Aturan Listrik Surya Atap
Aturan mengenai penggunaan listrik surya atap di Indonesia tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Secara garis besar, ada tiga poin utama yang menjadi sasaran peraturan tersebut. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Izin Pemasangan
Hal pertama yang menjadi poin penting dalam peraturan tersebut adalah mengenai pemasangan listrik surya atap. Pada umumnya, dari segi teknis pemasangan, panel surya yang tidak berizin dapat mengganggu penyaluran listrik secara konvensional oleh PLN. Hal ini karena pihak PLN tidak mengetahui secara mendetail berapa besaran kapasitas aliran listrik itu. Alhasil, saat diekspor dalam kapasitas besar, hal tersebut bisa mengganggu aliran listrik yang ada.
Dalam peraturan yang sudah dibuat tersebut, ada persyaratan yang mengharuskan pelanggan PLN izin terlebih dahulu kepada pihak PLN jika ingin melakukan pemasangan listrik surya atap. Mengenai izin ini, PLN memiliki kewenangan terhadap pelanggan yang ingin memasang panel surya tersebut. Setelah mendapatkan izin, pelanggan nantinya diharuskan mendaftarkan dengan nomor identitas konsumen PLN.
Lalu, mekanisme pembayarannya juga akan diubah. Jika sebelumnya pelanggan menggunakan metode prabayar, maka setelah melakukan pemasangan listrik surya atap menjadi metode pembayaran pascabayar. Tidak hanya itu, pelanggan nantinya juga perlu mencantumkan berapa besaran sistem daya yang dipasang. Begitu juga dengan spesifikasi alatnya, setelah itu barulah akan diverifikasi dan diberikan persetujuan operasional oleh pihak PLN.
2. Kapasitas Pemasangan
Kedua, sorotan dalam peraturan yang dikeluarkan Kementerian ESDM di atas adalah mengenai kapasitas pemasangan panel surya dan listrik surya atap. Tujuan utama pemasangan panel surya dalam aturan yang ada, penggunaannya tidak lain untuk menghemat tagihan listrik pelanggan PLN. Akan tetapi, ketika masyarakat atau pelanggan ingin memasang listrik surya atap tersebut, daya listriknya akan dibatasi. Pembatasan tersebut tidak boleh melebihi daya listrik yang saat ini dimiliki.
Sementara itu, di sisi lain, pasal 5 peraturan Nomor 49 Tahun 2018 di atas juga mengatur mengenai daya maksimal dan PLTS dan daya yang terdaftar di PLN tersebut. Daya maksimal yang ada di PLTS atap sama dengan daya maksimal yang telah didaftarkan di PLN. Ilustrasinya, jika Anda memiliki daya listrik yang terdaftar di PLN sebesar 5.500 watt, maka daya maksimal PLTS yang diizinkan juga 5.500 Wp.
3. Peraturan untuk Konsumen Sekaligus Produsen
Lantas, bagaimana aturan mengenai konsumen yang sekaligus menjadi produsen? Seiring perkembangan waktu, konsumsi listrik di masyarakat kini mengalami perubahan. Jika dulu masyarakat hanya menjadi konsumen, kini masyarakat juga bisa menjadi produsen listrik. Anda pun dapat menjual listrik kepada PLN. Daya listrik yang dihasilkan dari panel surya atau listrik surya atap tersebut bisa dijual ke PLN. Namun, mengenai masalah tarifnya, akan dibatasi.
Peraturan mengenai penjualan listrik kepada PLN oleh masyarakat yang menggunakan panel surya atau listrik surya atap ini diatur dalam pasal 6. Pada pasal tersebut, dijelaskan bahwa jika seseorang ingin menjual kelebihan listriknya harus berdasarkan kWh ekspor yang ada pada meter kWh dan dikalikan dengan 65%. Dengan demikian, masyarakat ini tidak mendapat harga jual setara dengan harga yang diberikan oleh PLN. Contoh sederhananya adalah, ketika PLN menjual listrik sekitar Rp1.000 per kWh kepada masyarakat, maka Anda sebagai pelanggan sekaligus produsen bisa menjual listrik ke PLN dengan tarif hanya dibayarkan 65% dari harga per kWh tersebut atau sekitar Rp.650 per kWh.
Pelanggan yang menggunakan meter exim dapat menghemat pengeluaran secara drastis. Bahkan, tagihan listik dalam satu bulan bisa mencapai 0 Rupiah dan tidak dikenai tarif minimum. Lalu, ketika pelanggan tersebut menjual lebih banyak dibandingkan membeli ke PLN, kelebihan tersebut bisa dijadikan kredit pengurangan tagihan di bulan berikutnya. Hal ini juga berlaku untuk tiga bulan ke depan. Sehingga Anda dapat menghemat biaya dan lebih ekonomis dan bijak dalam menggunakan energi listrik yang dimiliki.
Dengan peraturan yang telah diterbitkan oleh pemerintah melalui Kementerian ESDM di atas, menjadi sebuah titik terang penting dalam terciptanya penggunaan energi terbarukan di Indonesia. Khususnya dalam penggunaan panel surya dan listrik surya atap untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri. Diharapkan dengan adanya aturan ini banyak masyarakat menjadi lebih tertarik untuk mulai menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk kebutuhan sehari-hari.
Written by Irfantoni Listiyawan | 11 Oct 2019